© 2007 - 2024 Okezone.com,
Kombes Pol Agus Fajar Sutrisno divonis setahun penjara oleh PN Batam.
Seorang polisi di Polres Rokan Hilir ditangkap rekannya ketika berada di rumah seorang pengedar narkoba jenis sabu di Kabupaten Rokan Hilir.
Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau menangkap oknum polisi yang bertugas di Kabupaten Rokan Hilir karena terlibat peredaran narkoba di Riau.
Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Ansar Ahmad mengaku tidak menyangka polisi pengawal pribadinya terlibat kasus narkoba.
Kompol Yuni dan belasan polisi yang terlibat kasus narkoba itu sudah dipecat tidak dengan hormat.
Oknum perwira Polda Riau pembawa 16 kilogram sabu, Komisaris Imam Ziadi Zaid, dituntut penjara seumur hidup di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Tiga oknum Kompol di Polda Riau terlibat peredaran narkoba, satu di antaranya meninggal saat penangkapan.
Perwira polisi mengonsumsi sabu di dalam mobil. Lokasinya, ternyata di belakang rumah dinas Wakil Gubernur Riau di Jalan Bintara Pekanbaru.
Oknum perwira di Polda Riau, Kompol YC, terekam kamera CCTV di jalan tengah mengkonsumsi narkoba jenis sabu di dalam mobil dan akhirnya tertangkap di Batam.
Seorang polisi anggota Polres Gorontalo dipecat lantaran terbukti menggunakan sekaligus menjadi bandar narkoba.
Polda Riau menyatakan oknum polisi terlibat narkoba merupakan kurir sabu dan meninggal dunia karena serangan jantung.
Seorang polisi di Polda Riau meninggal dunia setelah tertangkap membawa 1 kilogram sabu karena serangan jantung.
Personel Polresta Pekanbaru menangkap polisi yang bertugas di Polres Rokan Hilir karena terlibat narkoba.
Brigadir ini juga kita usulkan pemecatan karena terlibat penggunaan narkotika, saat ini kami juga masih menunggu surat keputusan pemberhentian dengan tidak hormat kepada personel ini dari Mapolda Aceh
Peredaran narkoba di Riau kian mengkhawatirkan karena dalam dua bulan penegak hukum menyita 122 kilogram sabu dan 10 ribu pil ekstasi.
Kepala Polda Riau menyatakan polisi kurir narkoba, komisaris polisi IZ, bukan lagi seorang polisi melainkan pengkhianat bangsa.
Personel Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau menembak seorang perwira polisi karena diduga terlibat jaringan peredaran narkoba jenis sabu.
Seorang oknum polisi di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, ditangkap karena diduag mengedarkan narkoba jenis sabu.
Pesta Narkoba Oknum Polisi
Jakarta (ANTARA) - Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Krisno Halomoan Siregar memerintahkan Ditresnarkorba Polda Sulawesi Selatan menyelidiki pengakuan tersangka tindak pidana narkoba di Tana Toraja yang mengaku aksinya dilakukan karena mendapat perlindungan dari polisi.
"Saya sudah perintahkan dirresnakorba Polda Sulsel untuk menyelidiki informasi dimaksud," kata Krisno saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Menurut Krisno, informasi tersebut perlu ditelusuri untuk mengecek kebenarannya, sehingga mengetahui apakah pengakuan tersebut benar atau tidak. Jika informasi yang disampaikan tersangka pengedar narkoba itu benar, tambahnya, maka Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulsel wajib turun langsung untuk menindaklanjuti hal itu.
"Yang penting, cek kebenaran info dulu, bukan langsung percaya," kata jenderal bintang satu itu.
Video berisi pengakuan tersangka tindak pidana narkoba itu, yang mengaku aksi kejahatannya ada campur tangan polisi, sempat tersebar di media sosial.
Pengakuan itu disampaikan dalam konferensi pers yang digelar Badan Nasional Narkotika Kabupaten (BNNK) Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Rabu (15/2).
Pengakuan tersangka muncul setelah Kepala BNNK Tana Toraja Dewi Tonglo selesai menjawab pertanyaan wartawan.
Tiba-tiba, salah satu dari empat tersangka meminta izin untuk berbicara dan mengaku berani berbuat tindak pidana tersebut karena dilindungi oleh petugas polisi di lapangan.
"Boleh saya sedikit bicara, Bu? Kami berani begini karena kami dilindungi dari bawah, Bu," kata salah satu tersangka dalam video tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul:
RIAU ONLINE, PEKANBARU-Narkoba dianggap sebagai musuh bersama. Perang melawan narkoba juga terus digaungkan dari dulu hingga sekarang. Narkoba dianggap suatu zat adiktif yang dapat merusak sistem saraf manusia.
Narkoba bukanlah hal baru dalam peradaban manusia. Sudah sejak lama narkotika dikenal manusia untuk berbagai kegunaan. Tidak hanya dalam medis, namun juga rekreasi. Merangkum dari Encyclopedia Britannica, narkotika adalah obat yang mengakibatkan analgesia, narkosis dan kecanduan.
Tapi pernahkah kita terpikir, sejak kapan manusia mulai menggunakan narkoba pertama kali?
Bagi beberapa orang, narkoba menghasilkan euforia atau perasaan gembira berlebih. Perasaan ini disebut sebagai fungsi rekreasi dari narkoba. Perasaan inilah yang dicari oleh pengguna narkoba.
Menurut sejarah, fungsi rekreasi ini telah dimanfaatkan sejak ribuan tahun lalu. Tepatnya pada 3400 sebelum masehi orang telah mengenal narkoba dari opium merah. Opium yang berasal dari bunga Poppy atau disebut tanaman sukacita. Julukan itu menandakan bahwa sejak dulu, orang mengenal narkoba dari fungsi rekreasinya.
Selain itu, bukti penggunaan tanaman ganja yang paling awal juga ditemukan. Ganja pertama berasal dari Dataran Tinggi Tibet, namun penggunaannya sebagai obat oleh manusia berasal dari Jepang. Ini diketahui dari penemuan Mikrofosil yang mengandung bagian-bagian dari tanaman ganja di potongan tembikar dari tahun 8200 sebelum masehi.
Giorgio Samorini, seorang ilmuwan melakukan riset terhadap literatur arkeologis untuk menggali bukti penggunaan ganja, opium, jamur ajaib dan tanaman psikoaktif lainnya. Dalam temuannya Samorini mengungkapkan bahwa penggunaan narkoba oleh manusia pertama kali di sebuah gua Gunung Karmel di Israel. Di sana ditemukan pula pati dari biji bijian granola yang terikat dengan proses pembuatan bir pada abad 11 sebelum masehi.
Penemuan ini juga menegaskan, bahwa manusia sudah mulai mabuk bir setidaknya sebelum 13 ribu tahun yang lalu dan berlangsung hingga sekarang.
Kemudian sekitar tahun 1333-1324 SM, di bawah pemerintahan Raja Tutankhamen, bangsa Mesir Kuno mulai mengetahui fungsi medis opium. Dulu, masyarakat Mesir Kuno menggunakan opium untuk membantu gangguan tidur, menghilangkan rasa sakit, bahkan menenangkan anak-anak yang menangis. Baru pada tahun 400 SM, referensi medis untuk opium lebih jelas karena paparan HIppocrates. Opium, kala itu, mulai digunakan untuk anestesi selama operasi.
Terlepas dari fungsi medisnya, masyarakat juga masih menggunakannya untuk rekreasi. Masyarakat tersebut belum menyadari efek kecanduan dari narkotika. Narkotika mulai dikenal di China dan Asia Timur sekitar abad keenam dan ketujuh masehi melalui perdagangan di sepanjang Jalur Sutra.
Sebelumnya catatan mengenai opium mulai menghilang di Eropa dan pada tahun 1500 dokumentasi mengenai narkoba muncul kembali. Dokumentasi pertama yang muncul berasal dari Paracelsus, ahli toksikologi pertama. Ia membuat pil opium menggunakan jus jeruk dan emas. Paracelsus juga membuat laudanum, narkoba jenis baru dari opium dan alkohol.
pada tahun 1800, opium mulai diakui sebagai obat penghilang rasa sakit standar. Kala itu, komponen opium yang aktif secara farmakologis diisolasi. Hasil isolasi itu menghasilkan morfin pada 1804 oleh apoteker muda Jerman, FWA Serturner. Nama morfin terinspirasi dari mitologi Yunani, dewa mimpi bernama Morpheus.
Dalam bentuk murni, morfin 10 kali lebih kuat dibanding opium. Karena kekuatannya itu, morfin kemudian digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit selama perang sipil AS. Sayangnya, hal ini justru menimbulkan masalah baru. Itu karena akibat penggunaan morfin sekitar 400.000 tentara menjadi kecanduan. Para ahli memutar otak untuk mencari bentuk morfin yang tidak membuat ketagihan.
Heroin menjadi isolat morfin yang dianggap lebih aman. 1890-an, perusahaan farmasi Jerman, Bayer mulai memasarkan heroin sebagai pengganti morfin dan obat batuk. Bahkan, dalam iklan nya, Bayer mempromosikan heroin untuk digunakan pada anak-anak yang batuk dan pilek. Lagi-lagi hasilnya adalah kecanduan. Awal 1900-an, kasus kecanduan heroin meningkat tajam di Amerika Serikat dan Eropa Barat. 1916, Bayer menghentikan produksi heroin dan menggantinya dengan oxycodone yang diharapkan tidak membuat ketagihan.
Kasus-kasus kecanduan hingga ketergantungan ini kemudian membuat pemerintah di sejumlah negara menetapkan aturan ketat terkait narkotika.
Di AS, tahun 1938, Undang-undang makanan, obat, dan kosmetik disahkan dan menuntut semuanya harus terbukti aman oleh FDA. Hanya saja, perkembangan narkotika tidak berhenti. Berbagai jenis narkotika semi-sintetis dan sintetis terus dikembangkan hingga kini.
Tahun 1973, pemerintah AS dengan tegas menyatakan perang terhadap narkoba. Salah satu faktor adalah tingginya insiden kecanduan heroin di AS. Namun semuanya berubah pada dekade pertama 2000. Penekanan baru pada kontrol medis terhadap nyeri ditekankan oleh pembuat kebijakan kesehatan dan industri farmasi.
Polisi di Sulsel yang Ditangkap Simpan Sabu Sudah Lama Jadi Target Operasi
Brigpol Andi Baso Amir, oknum polisi yang ditangkap akibat menyimpan narkoba jenis sabu di Bulukumba, Sulawesi Selatan, sudah lama jadi target operasi polisi.